Kemaren aku udah posting yang cerita macet2an 12 jam di Palembang, sekarang aku mau sharing kenapa aku bersyukur banget bisa kena macet dan kenal sama mereka, kenapa Ibu bersyukur aku balik ke Jogja mundur sehari, dan kenapa aku bersyukur bisa satu flight dengan Pak Adam.
Ada Perjalanan Hidup Yang Gak Sesuai dengan Impian
Aku bersyukur banget bisa banyak berbagi cerita dengan crew dan penumpang bus Putra Remaja kemaren. Dari mereka aku banyak belajar, dari mereka aku semakin jauh berfikir dan mensyukuri apa yang sudah aku dapatkan sekarang. Ceritanya berawal dari aku yang udah mulai bosan pindah duduk di depan di samping sopir. Awalnya emang gak banyak ngobrol, sampai akhirnya ada seorang bapak2 mungkin umurnya sekitar 40an tahun, bapak itu pindah duduk di bangku kernet samping pintu. Bapak itu pake seragam TNI AD, dia bilang sama kernet yang duduk di bangku penumpang paling depan minta diturunin di suatu tempat *aku lupa nama daerah yang disebutnya, tapi yang pasti daerah itu dilewatin bus ini*. Pak TNI itu tiba2 nanya aku "Dek, turun dimana?", "Di Jambi, pak. Bapak mau dinas ya?", jawabku. "Iya dek, saya asli Ungaran, Semarang sana, kemaren habis selesai study sekalian liburan sebentar di Jawa, ini mau balik ke mess. Naik dari mana kemaren?", "Oww. Saya dari Jogja, Pak", jawabku. "Di Jogja tinggal dimana dek?", tanyanya lagi. "Di Berbah Pak, belakang airport", bapak itu nanya lagi "Dekat pangkalan AU berarti ya? Ayahnya tentara?", "Nggak pak, kebetulan tinggal daerah situ aja", jawabku. Mas2 sopir itu trus nyambung "Enak ya Pak bisa jadi tentara", trus jadi deh obrolan panjang antara bapak tentara dan mas sopir itu sambil sesekali aku nimbrung.
Dari obrolan itu mereka saling curcol, hehe. Pak tentara cerita suka dukanya jadi tentara yang ditempatkan jauh dari keluarga. Si mas sopir cerita cita2nya yang kepingin jadi tentara dan harus nerima kenyataan "cuma" jadi sopir bus. Ternyata mas sopir itu sampai sekarang masih nyimpan cita2nya untuk jadi tentara. Waktu pak tentara minta diberentikan busnya karena dia mau turun, si mas sopir sempet minjam baret pak tentara. Dicobanya baret itu sambil ngaca dispion dalam bus, sementara pak tentara tadi sibuk nurunin barang dan bagasinya. Trus bapak tentara tadi mau ngambil ransel yang masih ditinggal dibangku bus. Si mas sopir masih asik sama baret tadi sambil bilang "Masih pantes gak pak?", "Pantes, masih muda, masih gagah" jawabnya. Gak lama langsung dikembalikannya baret pak tentara itu. Beliau turun, dan bus melanjutkan perjalanan.
Ada 1 omongan yang kuingat banget sebelum bus berenti dan pak tentara itu turun, "Ya namanya perjalanan hidup, dek. Kadang yang kita ingin gak bisa kesampean, tapi yang sekarang ada itu yang terbaik dari Tuhan", *hening*, dalem banget sih pak. :')
Obrolanku sama mas sopir dan kernetnya berlanjut, dari situ aku tau, si mas sopir ini udah 13 tahun hidup dari bus, 3 tahun jadi kernet trus 10 tahun lalu sampai sekarang jadi sopir bus. Dia udah sejak lulus STM langsung kerja di bus ini. "Buat mbantu orang tua sama sekolah adek sih mbak", ceritanya.
Gak Ada Orang Tua Yang Gak Berkorban Buat Anaknya
Selepas dari Palembang, cuma tersisa 5 penumpang dan 3 crew di dalam bus itu. 3 penumpang yang lain itu ternyata sebuah keluarga, bapak *awalnya ku kira kakek2, abisnya udah tua banget*, ibu dan anaknya (sekitar 6-7 tahun dibawahku umurnya). Dari obrolan2 dalam rangka membunuh waktu dan kebosanan waktu macet2an di Betung, aku tau kalau mereka baru aja menghadiri wisuda putra pertamanya. Anak mereka tu kuliah di UIN Jogja, hari Sabtu 14 Des '13 itulah putra mereka wisuda.
Ada Perjalanan Hidup Yang Gak Sesuai dengan Impian
Aku bersyukur banget bisa banyak berbagi cerita dengan crew dan penumpang bus Putra Remaja kemaren. Dari mereka aku banyak belajar, dari mereka aku semakin jauh berfikir dan mensyukuri apa yang sudah aku dapatkan sekarang. Ceritanya berawal dari aku yang udah mulai bosan pindah duduk di depan di samping sopir. Awalnya emang gak banyak ngobrol, sampai akhirnya ada seorang bapak2 mungkin umurnya sekitar 40an tahun, bapak itu pindah duduk di bangku kernet samping pintu. Bapak itu pake seragam TNI AD, dia bilang sama kernet yang duduk di bangku penumpang paling depan minta diturunin di suatu tempat *aku lupa nama daerah yang disebutnya, tapi yang pasti daerah itu dilewatin bus ini*. Pak TNI itu tiba2 nanya aku "Dek, turun dimana?", "Di Jambi, pak. Bapak mau dinas ya?", jawabku. "Iya dek, saya asli Ungaran, Semarang sana, kemaren habis selesai study sekalian liburan sebentar di Jawa, ini mau balik ke mess. Naik dari mana kemaren?", "Oww. Saya dari Jogja, Pak", jawabku. "Di Jogja tinggal dimana dek?", tanyanya lagi. "Di Berbah Pak, belakang airport", bapak itu nanya lagi "Dekat pangkalan AU berarti ya? Ayahnya tentara?", "Nggak pak, kebetulan tinggal daerah situ aja", jawabku. Mas2 sopir itu trus nyambung "Enak ya Pak bisa jadi tentara", trus jadi deh obrolan panjang antara bapak tentara dan mas sopir itu sambil sesekali aku nimbrung.
Source: www.antaranews.com |
Ada 1 omongan yang kuingat banget sebelum bus berenti dan pak tentara itu turun, "Ya namanya perjalanan hidup, dek. Kadang yang kita ingin gak bisa kesampean, tapi yang sekarang ada itu yang terbaik dari Tuhan", *hening*, dalem banget sih pak. :')
Obrolanku sama mas sopir dan kernetnya berlanjut, dari situ aku tau, si mas sopir ini udah 13 tahun hidup dari bus, 3 tahun jadi kernet trus 10 tahun lalu sampai sekarang jadi sopir bus. Dia udah sejak lulus STM langsung kerja di bus ini. "Buat mbantu orang tua sama sekolah adek sih mbak", ceritanya.
Dari sini aku dapat pelajaran (lagi) bahwa masih banyak orang diluar sana yang gak seberuntung kita, yang belum tentu bisa melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi, yang belum tentu dapat pekerjaan sesuai cita2 kecilnya, yang karena suatu keadaan dan memang sudah qodar Allah dia harus menjalani apa-yang-ada bukan apa-yang-kuinginkan. Memang benar, untuk masalah urusan keduniaan ada kalanya kita harus melihat "kebawah", lebih sering membuka mata, membuka telinga dan perluas hati. Rasakan seandainya-aku-berada-disitu. :)
Gak Ada Orang Tua Yang Gak Berkorban Buat Anaknya
Selepas dari Palembang, cuma tersisa 5 penumpang dan 3 crew di dalam bus itu. 3 penumpang yang lain itu ternyata sebuah keluarga, bapak *awalnya ku kira kakek2, abisnya udah tua banget*, ibu dan anaknya (sekitar 6-7 tahun dibawahku umurnya). Dari obrolan2 dalam rangka membunuh waktu dan kebosanan waktu macet2an di Betung, aku tau kalau mereka baru aja menghadiri wisuda putra pertamanya. Anak mereka tu kuliah di UIN Jogja, hari Sabtu 14 Des '13 itulah putra mereka wisuda.